Hari ini, PMII Jambi Kembali Menagih Janji Didepan Gedung DPRD Provinsi Jambi
Selasa pagi, 14 Januari 2025, angin kota Jambi membawa aroma perjuangan mahasiswa yang tergabung dalam PMII Jambi ke depan gedung megah DPRD Provinsi Jambi. Dengan penuh semangat dan suara lantang, Armando, sang orator aksi, membacakan tuntutan atas nama rakyat—atau setidaknya, itulah yang mereka klaim. Namun, apakah gedung DPRD yang kokoh itu mendengar? Ataukah hanya menjadi saksi bisu seperti biasa?
Tuntutan pertama, mereka meminta DPRD memanggil Kepala Dinas Kesehatan untuk mempertanggungjawabkan surat edaran misterius yang menyengsarakan masyarakat Jambi. Surat bernomor S/970/dinkes-4.3/XII/2024 itu seolah menjadi simbol betapa birokrasi kita lebih pandai menyebar masalah daripada menyelesaikannya. Dengan penuh optimisme, mereka mendesak agar kepala dinas segera dicopot. Tetapi mari realistis, kapan terakhir kali birokrasi kita benar-benar peduli pada rakyat kecil?
Tuntutan kedua, “Siapa yang bertanggung jawab atas pembongkaran proyek Tanggo Rajo Ancol?” tanyanya. Dua miliar rupiah kini terpendam di puing-puing, seperti harapan masyarakat Jambi yang terkubur dalam anggaran tak bertuan. Apakah ini murni kelalaian, atau ada “tangan-tangan ajaib” yang sedang bermain di balik layar? Sebuah pertanyaan retoris yang jawabannya selalu diselubungi kabut.
Tuntutan ketiga, mahasiswa meminta penolakan terhadap penambahan anggaran proyek stadion multiyears yang bermasalah. Ah, stadion megah itu, mungkin suatu hari nanti akan menjadi monumen kegagalan administrasi. Mereka juga meminta BPK melakukan audit. Tapi, apakah audit hanya akan menjadi ritual formalitas belaka?
Tuntutan terakhir, konflik agraria. Mahasiswa mendesak DPRD untuk serius menangani konflik yang sudah lama menjadi duri dalam daging masyarakat Jambi. Namun, apakah ada waktu bagi DPRD untuk mendengar jeritan petani ketika mereka sibuk dengan sidang, rapat, dan—tentu saja—“urusan lain yang lebih penting”?
Di tengah gemuruh aksi dan orasi, satu hal menjadi jelas, suara mahasiswa adalah suara yang lantang, tetapi akankah suara itu mampu menembus tembok tebal apatisme di dalam gedung DPRD? Ataukah perjuangan mereka hanya akan menjadi sekadar catatan pagi yang terlupakan sebelum siang tiba?
Seperti biasa, aksi selesai, tuntutan dibacakan, dan kekecewaan disebarkan. Selamat pagi, Jambi. Kita tetap optimis, meski tahu bahwa perubahan sering kali datang dengan langkah paling lambat.