PALI – Polemik seputar dampak negatif dari kegiatan survey seismik 3D Idaman oleh PT Daqing Citra Petroleum di Kabupaten PALI semakin memanas. Kekisruhan di tengah masyarakat setempat memicu LSM Gempur Kabupaten PALI untuk mengambil tindakan tegas. LSM ini berencana melaporkan permasalahan ini ke Pertamina, SKK Migas, Kementerian Pertambangan dan Energi, serta Menteri Lingkungan Hidup.
Ketua DPC LSM Gempur Kabupaten PALI, Suherman, ST, menegaskan bahwa permasalahan ini sangat serius dan memerlukan perhatian serta tindakan cepat dari pihak-pihak terkait yang berkomitmen terhadap kepentingan masyarakat umum.
“Para pemangku kebijakan di kabupaten dan provinsi tampak tidak peduli terhadap keluhan masyarakat, meskipun hampir setiap hari disuarakan oleh penggiat media massa,” ujar Suherman kepada media ini pada Jumat sore (26/07/2024).
Disampaikan Ketua LSM Gempur, pihaknya telah menerima mandat atau surat kuasa dari beberapa pemilik lahan yang merasa dirugikan oleh kegiatan seismik yang melintasi lahan pertanian mereka. “Kami masih membuka diri untuk masyarakat yang memerlukan bantuan kami,” tambah Suherman.
Menurut Suherman, beberapa keluhan yang akan dilaporkan meliputi:
1. Perusahaan seismik terkesan arogan dan bertindak seolah kebal hukum dengan melanggar Pasal 1 ayat 3 PERPPU 51 tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin dari pemilik atau penguasanya.
2. Pihak perusahaan seismik dianggap tidak beretika karena keluar masuk lahan warga tanpa izin. Suherman menggambarkan hal ini sebagai tindakan yang tidak akan diterima oleh pihak perusahaan jika dilakukan terhadap mereka.
3. Tidak adanya sosialisasi terlebih dahulu tentang dampak negatif kegiatan seismik kepada pemilik lahan. Adanya sosialisasi sebelumnya hanya pemaparan teknis dan tahapan kerja seismik.
4. Warga khawatir bahwa proses pengeboran yang tidak sesuai dengan kedalamannya, sehingga efek dari pengeboman atau peledakan dinamit nantinya akan berdampak jangka panjang terhadap tanah dan tanaman di lahan mereka.
5. Pemilik lahan tidak terima nilai harga ganti kerugian yang ditawarkan oleh perusahaan seismik, yang dianggap tidak sebanding dengan kerugian yang bakal mereka alami. Selain itu, pemilik lahan menolak pembayaran setelah aktivitas selesai.
“Pemilik lahan ingin ada kesepakatan bersama antara mereka dan pihak perusahaan seismik sebelum pengeboran dilakukan. Setelah sepakat, perusahaan harus membayar terlebih dahulu sesuai kesepakatan baru diperbolehkan melakukan aktivitas pengeboran,” jelas Suherman.
Ia menambahkan bahwa masyarakat sudah trauma dengan kegiatan seismik terdahulu yang hanya meninggalkan kerusakan tanpa tanggung jawab, dan pemangku kebijakan belum mampu mengakomodir keinginan masyarakat. “Masyarakat hanya dibutuhkan saat pilkada atau pileg saja,” tegasnya.
Sementara itu, pihak perusahaan seismik 3D Idaman PT Daqing Citra Petroleum belum terkonfirmasi untuk dimintai tanggapan. Pasalnya setiap kali dikonfirmasi via WhatsApp oleh awak media ini, pihak perusahaan tersebut tidak merespon.
(H45)